Monday, October 17, 2011

Nusantara Cup : Kampoeng Silat Jampang Raih 1 Perak dan 1 Perunggu



Pada Kejuaraan Pencak Silat se-Jawa, Kampoeng Silat Jampang yang diwakili oleh pesilat dari Perisai Diri SMK Nusa Bangas dan Perisai Diri SMART Ekeselensia Indonesia berhasil memboyong 1 Perak dan 1 Perunggu. Prestasi ini menambah daftar prestasi Kampoeng Silat Jampang dalam kejuaraan yang diikutinya.
Kampoeng Silat Jampang terusm memberi kesempatan kepada perguruan untuk mengembangkan perguruan silat di wilayah Desa Jampang Parung. Pelatihan dapat dilaksanakan di sekolah sebagai ekskul maupun terbuka untuk umum. Saat ini sudah berlatih perguruan silat Satria Muda Indenesia, Pancer Bumi Cikalong, Perisai Diri dan Beksi Tradisional Haji Hasbullah.

Saturday, September 17, 2011

SMART Ekselensia Indonesia Buka Ekskul Silat Perisai Diri


Mulai Juli 2011 SMART Ekselensia Indonesia membuka ekskul silat Perisai Diri. Kegiatan ini diikuti oleh siswa setiap hari Kamis dan Sabtu sore hari. Saat ini kurang lebih pesertanya telah mencapai 70 siswa.
SMART Eksekensia Indonesia adalah sekolah ke-5 yang membuka ekskul silat di Desa Jampang. Program ini dikaitkan dengan upaya membangun desa budaya Jampang melalui program Kampoeng Silat Jampang. Sampai akhir 2011 diharapkan ada 1000 pesilat aktif di Desa Jampang dari berbagai aliran dan perguruan.

Sunday, July 10, 2011

SMI Kampoeng Silat Jampang Selenggarakan Kejuaraan Antar Kolat Se Bogor

Perguruan Silat Satria Muda Indoesia Kolat Kampoeng Silat Jampang Tanggal 6 dan 7 Juli yang lalu menyelenggarakan Kejuaraan Silat SMI antar Unit se Kabupaten Bogor. Kejuaraan ini diikuti oleh sekitar 100 atlet se kabupaten Bogor.

Ketua panitia kejuaraan ini, Saptaji mengatakan kejuaraan ini memberi semangat kepada pesilat SMI untuk terus berprestasi. Dalam kejuaraan ini SMI Kolat Kampoeng Silat Jampang menggaet 1 medali emas, 1 medali perak dan 1 medali perunggu.

Selanjutnya atlet atlet pemenang dilatih di Kampoeng Silat Jampang untuk meningkatkan prestasinya.

Monday, July 4, 2011

Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang Boyong 9 Trophy


Ini adalah debut pertama Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang dalam sebuah kejuaraan silat. Maklum saja sejak digagasnya Kampoeng Silat Jampang Tahun 2009, Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang baru berlatih selama 4 bulan ini. Karena itu latihan di Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang didominasi tingkat dasar satu alias sabuk putih.

Namun tingkatan ternyata tak menyurutkan Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang untuk mengikuti kejuaraan Silat Persai Diri Se Jakarta dan sekitarnya yang diselenggarakan 2 dan 3 Juli 2011 di Padepokan Perisai Diri Cinere Jaksel. Tim Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang menurunkan 30 Orang atlet dan oficial termasuk tim SMK Nusa Bansga yang merupakan bagian dari Kampoeng Silat Jampan.

Tidak tanggung-tanggung, dari 12 nomor pertandingan yang dikuti ini Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang meraih 9 Trophy kemenangan, berupa 2 Emas, 2 Perunggu dan 5 Perak. Hal ini menggembirakan Perisai Diri Kampoeng Silat Jampang dan akan mendorong semangat untuk terus giat berlatih agar terus meningkatkan diri di kemudian hari.

Perisai Diri SMK Nusa Bangsa Raih Piala Kejuaraan PD SeJabotabek


Sejumlah senyum menghiasai atlet Perisai Diri Nusa Bangsa disaat penutupan Kejuaraan Silat Perisai Diri se Jabotabek. Meskipun lelah, penutupan ini diwarnai dengan keriangan. Kontingen PD Nusa Bangsa meraih sejumlah piala dalam kejuaraan ini.

Piala pertama Juara ke-2 diraih Pasangan Okki dan Fuadah di Nomor pertandingan Serang Hindar Senjata. Pasangan ini mengalahkan 7 peserta lain dari berbagai wilayah di Jabotabek. Okki yang menggunakan senjata pisau ditangan kiri dan kipas ditangan kanan meliuk lincah mengayunkan serangan dan hindaran. Sesekali terdengar suara keras karena serangan kipas yang dilecutkan oleh Okki. Fuada juga terlihat tegas mengayunkan tongkat (teken) rotannya. Sepasang atket ini terlihat tangkas meskipun baru 4 Bulan ini berlatih silat perisai Diri dan menyandang sabuk Dasar Satu.

Piala Kedua adalah Juara ke-1 diraih pasangan tiga serangkai Anggi, Ella dan Bella. Pasangan ini mengalahkan seluruh tim yang bertanding di Kerapihan Teknik Kombinasi Putri tingkat Dasar. Tim PD Nusa Bangsa ini telah berlatih cukup lama sejak 1 Bulan ini utnk melatih rangkaian teknik kombinasi ini. Tim yang juga pernah tampil di Festival Kampoeng Silat Jampang ini selain kompak juga melakukan teknik dengan kecepatan yang baik dan gerakan yang tegas dan indah.

Piala ketiga Adalah Juara Ke-3 Teknik Berpasangan Tangan Kosong yang diikuti kembali oleh Okkie dan Fuadah. Kali ini Okkie dikalahkan oleh 2 tim yang lebih tangguh dari UIN Syarif Hidayatullah dan SMA Santa Ursula.

Piala Keempat adalah Juara Pertama Pertandingan versi IPSI yang diikuti Andre yang juga berlatih di SMK Nusa Bangsa, yang mengalahkan Asep dari Kampoeng Silat Jampang, rekan berlatih sehari hari.

Pertandingan yang diikuti SMK Nusa Bangsa namun belum meraih kemenangan adalah serang hindar berpasangan tangan kosong yang diikuti Wahyuni dan Bella, Pertandingan versi IPSI yang diikuti Ridwan dan Rossi.

Tuesday, May 31, 2011

Festival Kampoeng Silat Jampang 5 Juni 2011


Buat kamu yang ingin memahami budaya Jampang, silakan hadir di acara Festival Kampoeng Silat Jampang di Desa Jampang parung Bogor Tanggal 5 Juni 2011 jam 09.00 sampai jam 15.00. Silakan menyaksikan budaya adiluhung pencak silat sebagai ikon budaya kampoeng Jampang.

Acara ini terselenggara atas kerjasama Dompet Dhuafa dengan FP2STI, sekaligus ulang tahun FP2STI yang ke 5. Acara ini akan membuat libur akhir pekan menjadi lebih berarti.

Saturday, May 21, 2011

Buku tentang Gagasan Kampoeng Silat Jampang


Kampoeng Silat Jampang sebagai gagasan pemberdayaan komunitas berdimansi kebudayaan, patut digali dan dikembangkan konsep utuhnya. Sebagai kawasan di Kabupaten Bogor, Desa Jampang memiliki banyak hal strategis yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan wilayahnya. Desa Jampang adalah lokasi perkebunan sejak zaman penjajahan belanda. Merupakan bagian dari wilayah penyangga kota Bogor, yang di zaman Belanda dikembangkan sebagai kota yang cukup penting,

Dikaitkannya pengembangan Desa Jampang melalui pemberdayaan silat bukan tanpa alasan. Selain nama desa yakni "Jampang" yang mendukung makna budaya lokal yang kuta sebagi pusat pengambangan silat, Silat juga dapat menjadi semacam Icon bagi pengembangan desa Jampang. Desa Jampang dirancang sebagai Desa Pengenbangan Silat tradisional Indonesia. Diharapkan Desa Jampang dapat mengambangkan 10 perguruan silat penting di Indonesia, dengan kira-kira 1000 pesilat aktif berlatih di Desa Jampang.

Program KSJ ini akan menghidupkan Program latihan silat sebagi olahraga rakyat di pelosok kampung, Sekolah dan Masjid. Pengembangan Ekskul Silat di Sekolah di Desa Jampang dapat digalakkan sehingga tak ada satu sekolahpun di desa Jampang yang tak punya ekskul Silat. Demikian juga dengan masjid dan mushola. Tak ada masjid dan musholla yang tanpa ada aktifitas latihan silat bagi pemuda masjid dan jamaah.

Icon silat ini yang kemudian dapat menarik gerbong pengembangan desa melalui pemberdayaan hal terkait silat. Dikembangkannya lagi industri rakyat pandai Golok yang nmeruakan keahlian wilayah parung dan sekitarnya. Pengembangan industri pakain dan perlengkapan silat dapat menyemarakan usaha rumahan. Pembuatan kedai Jampang dengan berbagai event silat dan diskusi pengembangan budaya silat, outbound silat, wisata silat merupakan turunan prohram yang mungkin dapat dilakukan. Penyelenggaraan Festival Jampang dan event silat akan makin menyemarakkan wilayah Desa Jampang, yang pada gilirannya akan meningkatkan sektor ekonomi dan industri kecil souvenir dsb.

Pemberdayaan ini dapat dikembangkan dengan mendorong Desa Jampang sebagi klaster mandiri dengan paradigma pengembangan terpadu yang terdiri dari pengembangan ekonomi, penyediaan akses dasar dan advokasi. Hal ini layak untuk dibukukan agar menjadi kajian dan didiskusikan serta dikembangkan maupun direplikasi.

Wednesday, May 11, 2011

Pembukaan Latihan Silat Cikalong di Desa Jampang


Pada Hari Sabtu mei 6 mei 2011, perguruan silat Pancer Bumi Cikalong resmi memulai latihansebagai program ekstrakulrikuler silat di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Iman Desa Jampang di kawasan Parung Bogor. Latihan ini dibuka oleh pelatih sdr Iwan Setiawan dengan peserta sebanyak 28 siswa MI Nurul Iman. Latihan yang dilaksanakan di aula sekolah ini langsung mendapat sambutan hangat para guru dan Kepala Sekolah. Latihan silat Cikalong iniselanjutnya akan diselenggarakan setiap Hari Sabtu Pagi jam 08.00-11.00 Wib di gedung sekolah MI Nurul Iman ini.

Program ini merupakan bagian dari upaya Kampoeng Silat Jampang dalam mensosialisasikan silat di sekolah-sekolah, masjid dan lokasi-lokasi latihan lain di kawasn Desa Jampang Parung Bogor. Sejauh ini sudah ada beberapa perguruan lain seperti Satria Muda Indonesia, Perisai Diri, Beksi H. Hasbullah yang telah aktif melatih 300 pesilat anak-anak remaja dan umum. Kampoeng Silat Jampang bertekad mendorong kebetradan 1000 pesilat aktif dari minial 10 perguruan pencak silat dari berbagai aliran.

Sunday, April 10, 2011

SMA Nusa Bangsa di Desa Jampang Buka Ekskul Silat


SMA nusa Bangsa yang ada dibilangan Desa Jampang merupakan sekolah ke tiga yang membuka ekskul silat sebagai bagian dari ektifitas resmi sekolah. Pembukaan ekskul silat ini disupport oleh program Kampoeng Silat Jampang dengan mendatangkan guru silat dan dan biaya operasional pelatihan.

Ekskul SIlat di SMA Nusa Bangsa diharapkan meramaiakan warga Desa Jampang Parung Bogor dalam mempe;lajari silat sebagai jati diri bangsa. Ari Winarko Pelatih Perguruan Perisai Diri sangat antusias dalam memulai ekskul silat ini.

foto : ilustrasi

Saturday, April 2, 2011

Lagu Abang Jampang, Karya Benyamin S


Masih ingat lagu mashur karya Benyamin S (Alm) tentang Abang Jampang? Silakan nikmati lirik lagu ini. Lagu ini juga bisa dinikmatidengan klk "play" di banner di atas kiri blog ini...

Selamat menikmati.


Abang Jampang

kepiting menjapit kerang
kerang dijapit ke lobang batu
pasang kuping biar terang
nih, kenalin si jampang jagoan nomor satu

abang jampang
terkenal si jago dulu
kumis melintang
cambangnye tebel dade bebulu

abang jampang
juga terkenal jago betawi
jenggot dikepang
selendang kaen celananya pangsi

abang jampang
jadi jago belon kesaingan
banteng ame macan
bang jampang punya tandingan

sekali waktu
abang jampang lawan centeng
centeng ditenteng
dilemparin nyangsrang di genteng *)


abang jampang
terkenal si jago dulu
sayang abang jampang
di mane warung ngutang melulu *)

Si Jampang : Benyamin S

Friday, March 25, 2011

Anak Anda Belajar Silat?


Orang tua yang berlatih silat tak langsung berarti keluarga dan anaknya berlatih silat. Memang tidak semua orang tua pesilat mau mengajari anaknya bersilat. bahkan banyak guru besar silat tak diikuti oleh anaknya dalam mendalami ilmu silat.

Selain tak mudah mengajari anak sendiri silat, biasanya kita memang harus bersabar dan menjadi contoh yang akan membuat sang anak suka atau tak suka kepada silat. Maka upaya kita anak kita mau dan senang berlatih silat harus diperjuangkan.

Silat Sebagai Ekstrakurikuler Sekolah


Siapa bilang silat sulit masuk sekolahan. Silat adlah jenis latihan yang digemari pihak sekolah karena akan mendukung sekolah dan guru mendapatan karakter anak didik yang santun, lemah lembut, disiplin, berprestasi dan sehat.

Latihan silat sebagai sebuah kegiatan ekstrakurikuler sekolah yang resmi dapat dikembangkan dengan menampilkan pelatihan silat yg metodis dan dengan merubah kurikulum asli menjadi kurikulum khushs anak didik.

Biasanya sekolah akan lebih senang jika muridnya mendapat prestasi silat, oleh sebab itu perguruan dapat mengembangkan bebagai model festival agar murud murid dapat menujukkan hasil belajarnya.

Kelincahan Dalam Silat


Silat meltih diri kita agar dapat mengatur langkah kita dengan cermat, cepat dan tepat. Maka kelincahan pesilat adalah suatu yang mudah terlihat pada sekali dua kali gerak. Terkadang pesilat harus menyerang dan menghindar dengan cepat bahkan melompat tinggi atau melesat bagi kilat.
Lompatan pesilat dilatih dengan cermat agar dia tetap dalam posisi aman dan mudah melakukan manuver gerak selanjutnya.

Silat Untuk Anak-anak


Mengajari Silat untuk anak-anak kita bukan saja henya memberi kemampuan oleh raga dan membela diri. Lebih jauh dari itu silat melatih pembangunan karakter yang lembut, disiplin, pengasih, berjiwa pembelajar, santun sekaligus berani mengambil keputusan, berjiwa kesatria, cekatan dan tahan terhadap cobaan.

Silat adalah karakter building yang penuh makna. Anak yang belajar silat akan akan terbangun mentalnya dan menjadi pemimpin masa depan.

Sunday, March 20, 2011

Beladiri Nusantara Sudah Ada Sejak 15.000 tahun SM


Sejak kapan beladiri Silat ada di Nusantara? Inilah pendapat Donald Frederick Draeger ( 15 April 1922 - 20 Oktober 1982), pakar seni beladiri Asia dan seorang marinir Amerika. Ia dikenal sebagai pakar beladiri karena melakukan riset mendalam serta mempelajari langsung banyak cabang beladiri jepang, korea dan Cina. Ia juga sempat menjadi koreografer perkelahian dalam berbagai film laga aksi termasuk salah satunya adalah seri James Bond, "You Only Live Twice" (1967) yang dibintangi oleh Sean Connery.

Menurut Draeger, pada masa Palaeolitik (sekitar 15.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di Jawa yang dikenal dengan nama pithecantropus erectus sudah mengenal tehnik perkelahian atau beladiri sederhana, yakni dengan jurus tangan kosong atau dengan kembangan memakai senjata tongkat atau batu. Drager mengemukakan teori ini dengan mengajukan temuan Tengkorak Ngandong dan Wadjak yang ditemukan bersama peralatan batu sederhana seperti kapak batu. Batu yang ditajamkan salah satu sisinya dengan cara dipecahkan satu sama lain. Kapak batu genggam ini disebutnya sebagai senjata sederhana dalam perkelahian maupun sebagai peralatan untuk keperluan lainnya, seperti berburu ataupun mengolah makanan atau baju.


Pada masa selanjut (Mesolitik dan Neolitik, 15.000 - 3.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di lansekap nusantara mulai mengalami kemajuan dengan memperhalus peralatan dan senjatanya. Draeger menduga, seni beladiripun sudah mengalami kemajuan dari segi jurus akibat diperhalusnya senjata kapak batu itu.

Di masa klasik Indonesia, menurut Draeger - yang juga menulis buku Javanes Silat Martial Art of Perisai Diri ini - bukti adanya seni bela diri bisa dilihat bukan saja dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) melainkan juga pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda untuk silat di candi Prambanan dan Borobudur.

Dalam bukunya Draeger menuliskan bahwa pada saat bukunya disusun (medio 1970-an) senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan dari orang Indonesia. Silat bisa dilihat kebutuhannya bukan hanya dari sekedar olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.

Ditulis ulang dan dikutip dari beebrapa sumber

Pencak Silat, Indonesian Martial Art


Terminology

In Indonesia, the official name used to indicate more than 800 martial arts schools and styles spread across more than 13,000 islands is "pencak silat". However, this is actually a compound name consisting of two terms used in different regions. The word "pencak" and its dialectic derivatives such as "penca" West Java and "mancak" (Madura and Bali) is commonly used in Java, Madura and Bali, whereas the term "silat" or "silek" is used in Sumatra. The ambition to unify all these different cultural expressions in a common terminology as part of declaring Indonesia's unity and independence from colonial power, was first expressed in 1948 with the establishment of the Ikatan Pencak Silat Indonesia (Indonesian Pencak Silat Association, IPSI). However, it could only be realized in 1973 when representatives from different schools and styles finally formally agreed to the use of "pencak silat" in official discourse, albeit original terms are still widely used at the local level.
History
Balinese warriors with keris
Balinese warriors with keris

It is not easy to trace back the history of pencak silat because written documentation is limited and oral information is handed down from the gurus or masters. Each region in the archipelago has its own version of its origin which is largely based on oral tradition.

Silat takes important role in country's history. Since the age of Ancient Indonesian Hindu-Buddhist kingdoms like Srivijaya, Majapahit, Kingdom of Sunda . They use silat to train their soldiers and warriors.

Archaeological evidence reveals that by the sixth century A.D. formalized combative systems were being practiced in the area of Sumatra and the Malay peninsula. Two kingdoms, the Srivijaya in Sumatra from the 7th to the 14th century and the Majapahit in Java from the 13th to 16th centuries made good use of these fighting skills and were able to extend their rule across much of what is now Indonesia, Malaysia and Singapore.

According to tradition of Minangkabau, their Silek (Minangkabau pencak silat) can be traced to the fore father of ancient Minangkabau people, Datuk Suri Dirajo .
Minangkabau Warriors
Minangkabau Warriors

It is said that according to old Javanese poetry, Kidung Sunda, the sentinels of the Prabu Maharaja Sunda exhibited great skill in the art of pencak silat when they escorted Princess Dyah Pitaloka to Majapahit as a potential bride for King Hayam Wuruk, and faced indignities that greatly affronted their honour. In a battle that ensued at the Bubat field (1346), the Sundanese forces fought to the last drop of blood, using special pencak moves and various weapons,

Albeit the pencak silat styles employed in combat were different, we can still draw the conclusion that in Javanese kingdoms throughout the archipelago, pencak silat served the same function: to defend, maintain or expand territory.

Also in ancient times, the Buginese and Makasar people from South Sulawesi region were known as tough sailors, adventurers, mercenaries and fearless warriors . Throughout the archipelago, these people were known for their combat skills. Nowadays, some well known pencak silat schools in Malaysia can trace their lineage back to ancient buginese warriors.
Buginese warriors
Buginese warriors

The Dutch arrived in the seventeenth century and controlled the spice trade up until the early 20th century, with brief periods of the English and Portuguese attempting unsuccessfully to gain a lasting foothold in Indonesia. During this period of Dutch rule. Pentjak Silat or Pencak Silat (as it is known in Indonesia today) was practiced undergound until the country gained its independence in 1949.

The growing spirit of nationalism within pencak silat circles echoed the intensification of efforts to realise 'One Country, one Nation, one Language' in the archipelago. Following several incidents of mass uprising in the 1920s and the declaration of the Youth Pledge on October 10, 1928 in Batavia, the colonial government tightened and expanded its control over youth activities, pencak silat included. The colonial intelligence apparatus (PID) kept a close eye on all activities and organisations considered to be potentially in opposition to Dutch control. Training in pencak silat provided youths the strength, confidence and courage needed to resist the Dutch colonialists. Therefore pencak silat self-defence activities were closely scrutinised as they were suspected to be the front for political activities, and had to go underground. Training was done in private houses, in small groups of no more than five persons. At the end of the training, the pesilat had to leave one by one without attracting the neighbours' attention. At times, training would be carried out in secret locations in the middle of the night (from midnight to morning prayers) to avoid the scrutiny of the Dutch. Pencak silat teachers often made use of eerie locations such as graveyards, since even the police would be scared to go there, and they could be protected and safeguarded by the spirits of their ancestors.

Pencak silat matches too began to disappear from public eye following their prohibition by the colonial government in the 1930s. What is more, many pesilat, who were also political figures, met with bitter fates and had to live in prisons or isolated camps for several years. Pencak silat epics abound with stories of masters who 'were branded as extremists and forced to move around to avoid arrest', or who were punished for having opposed Dutch authority by using their pencak silat skills, both physical and spiritual. Although we cannot generalise and assume that all pencak silat teachers and schools opposed the colonial government, from the above it clearly appears that pencak silat played an important role in the struggle for independence.

Many pencak silat masters joined the Barisan Pelopor under the leadership of President Soekarno, to help realise the dream of an independent Indonesian nation. Among them were women freedom fighters like Ibu Enny Rukmini Sekarningrat, a Panglipur master from Garut . She fought against the Dutch alongside the Pangeran Papak Troops in Wanaraja, Garut, and the Mayor Rukmana Troops in Yogyakarta. As the capital city of the Republic of Indonesia at that time, Yogyakarta came under very heavy fire from Dutch troops. A great many pencak silat masters came from all over the archipelago to defend it from occupation. The same happened for Bandung, Surabaya, and other cities involved in the struggle.
Bali Silat Grand Master Made Sujana Balok in Traditional Costume
Bali Silat Grand Master Made Sujana Balok in Traditional Costume

Pencak silat was also instrumental to the revolutionary movement in Bali. After learning pencak silat as part of his Peta military training in West Java, national hero I Gusti Ngurah Rai gave lessons to his troops to boost the skills they needed to overthrow the foreign enemy. The soldiers in turn covertly trained the people of Banjar, even though the Dutch army forbade this. So today, pencak silat originating from West Java has taken root and developed on the island of Bali.

The heroism of pencak silat masters was not limited only to warfare. We must not forget their safeguarding the first President of the Indonesian Republic at a time of political uncertainty. It has been recorded in history that the night before the proclamation of independence on August 17, 1945, five special sentinels highly skilled in pencak silat guarded Soekarno.
Aspects
Music

Every region in the archipelago has its own music for Silat performances. In West Java, for example, Sundanese people use gendang penca . In West Sumatra, Minangkabau people sometimes use a special instrument called Saluang.
Styles and Techniques

There is no overall standard for Pencak Silat. Each style has its own particular movement patterns, specially designed techniques and tactical rationale. The richness of terms reflects a wide diversity in styles and techniques across the regions due to the fact that pencak silat has been developed by different masters who have created their own style according to their preferences and to the physical environment and social-cultural context in which they live. Lets take as example West Java, Central Java and West Sumatra. West Java is inhabited by a specific ethnic group with specific cultural and social norms. For them, pencak silat is part of their way of life or as they say is "the blood in their body". In their language they say "penca" or "menpo" (from "maen poho', which literally means play with trickery) to indicate their main four styles Cimande, Cikalong, Timbangan, and Cikaret and all the schools and techniques which have derived from them. The Sundanese people have always utilized penca/mempo' for self-defense and recreation, and only recently have started to use it as a sport in national and regional competitions. In its self-defense form, using hands fighting techniques combined with a series of characteristic footsteps such as langka sigzag (zigzag step), langka tilu (triangular step), langka opat (quadrangular step) and langka lam alip, penca can be very dangerous. Therefore it is kept secret and, especially its magic (tenaga dalam or inner power) component is only taught in phases to selected students.

Penca as art (penca ibing) has been a source of inspiration for traditional Sundanese dances such as Jaepongan, Ketu'tilu', Dombret, and Cikeruhan and actually it resembles dance in its use of music instruments. These instruments, called "pencak drummers" (gendang penca), are devoted exclusively to penca performances and consist of two sets of drummers (gendang anak dan kulantir), a trumpet (tetet) and a gong. Pencak performances also use standard music rhythms such as tepak dua, tepak tilu, tepak dungdung, golempang and paleredan. Penca as art is not considered dangerous and can be openly shown to everyone. From generation to generation until today, penca performances animate wedding parties, rituals of circumcision, celebrations of the rice harvest and all kind of national festivities.

Differently from West Java, in Central Java, Javanese people have traditionally used pencak only for self-defense and are not inclined to show it in public. Furthermore, the spiritual aspect (kebatinan) is much more dominant. This is probably related to the fact that pencak silat in Central Java developed from the Yogyakarta Sultanate and later expanded to surrounding neighborhoods after the kingdoms lost their political role in the XV and XVI centuries. In the keraton (Sultan's palace) pencak silat had undergone a transformation from pure martial art to be used in combat, to an elaborate form of spiritual and humanistic education. In this later form it spread outside the keraton walls where it developed the use of self-defense techniques to reach spiritual awareness as well as the use of inner powers to attain supernatural physical strengths.

Again pencak silat in West Sumatra is a different cultural expression in both its forms and meaning. Similarly to West Java, in West Sumatra a distinction is made between self-defense, called sile' or silat, and the related art version called pencak which has influenced many traditional dances such as Sewah, Alo Ambek and Gelombang. The ethnic group of Minangkabau who lives around the Merapi Mountain in West Sumatra regard silat as their village's heirloom (pusaka anak nagari) which is meant for the youth to defend themselves while traveling ashore and it is not intended for outsiders. Instead, pencak as a dance is accessible to everybody. In this region almost every village (nagari) has a different style (aliran) of silat as reflected by the many names, some of which refer to the founders (like Silat Tuanku Ulakan, Silat Pakik Rabun, Silat Malin Marajo) and some to the original locations where the style was developed (Silat Kumango, Silat Lintau, Silat Starlak, Silat Pauh, Silat Painan, Silat Sungai Patai and Silat Fort de Kock). These styles can be classified into two main groups according to the foot-stands (kuda-kuda) they use. In the coastal area, silat styles use a very low kuda-kuda and prefer hand techniques whereas in the mountain area the kuda-kuda is higher and foot techniques are dominant. This is due to the different environments in which silat has developed. On the sand, a high kuda-kuda would not be stable and in the mountain, where the ground is oblique and uneven, a low kuda-kuda would be impossible to practice. As a Minangkabau proverb says: "Alam takambang menjadi guru" (the surrounding nature is our teacher).
Weapons

Along with the human body, Pencak Silat employs the usage of several martial arts weapons. Among the hundreds of styles are dozens of weapons. Listed here are a few examples;

* Keris: A curvy blade made from folding different types of metal together and then is washed in acid, giving the blade it's distinct look.
* Kujang: Sundanese blade
* Badik Buginese and Makasarese blade
* Pedang/Sundang: A sword, either single or double edged.
* Parang/Golok: A machete/broadsword, commonly used in daily tasks, especially those involving farming or harvesting.
* Lembing/Seligi: A spear/javelin made of either wood or bamboo.
* Kayu/Batang: Stick, staff or rod made of bamboo, steel or wood.
* Chabang/Cabang: Three-pronged knife thought to derive from the trisula (trident)
* Kerambit: A small claw-like curved blade or dagger worn in the hair. Easily concealed and is known as a woman's weapon.
* Sabit/Clurit: A sickle, commonly used in farming, cultivation and harvesting of crops.
* Tongkat/Toya: A walking stick carried by the elderly or travellers.

http://www.fightauthority.com

Saturday, March 19, 2011

Berlatih bersama di Kampoeng Silat Jampang


Desa Jampang, Parung Bogor - Minggu 30 Januari 2011.

Setiap Hari Minggu saat ini ada yang berbeda di kawasan Zona Madina Desa Jampang Parung Bogor. Minggu pagi mulai jam 8 pagi anak anak, pemuda dan pemudi dan warga Desa Jampang ini semangat mengikuti latihan silat. Nampaknya program Kampoeng Silat Jampang ini disambut baik oleh masyarakat desa Jampang.

Saat ini sudah ada perguruan Satria Muda Indonesia, Perisai Diri dan segera bergabung Perguruan Silat Beksi H. Hasbullah. Memang diharapkan Desa Jampang dapat mengembangkan beragam pencak silat tradisonal maupun silat nasional. Latihan ini direncanakan akan dilaksanakan di wilayah Zona Madina, sekolah di wilayah Desa Jampang, dan dikawasan desa Jampang lainnya. Tentu saja latihan ini terbuka untuk umum.

Tradisi Unik, Peringati Maulid dengan Festival Silat


Jakarta (LiraNews) – Dalam memperingati tahun baru Islam 1 Muharram 1432 Hijriyah, lembaga nirlaba Dompet Dhuafa (DD) menggelar serangkaian program pemberdayaan seni beladiri Betawi. Acara ini dikemas dalam acara bertajuk “Festival Kampoeng Silat Jampang”, yang diadakan di Pejaten Village, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (7/12/10).

Direktur Program Dompet Dhuafa Arifin Purwakananta mengatakan, acara ini digagas untuk menghidupkan kembali semangat menyambut tahun baru Hijriyah yang dirasa sudah agak memudar beberapa tahun belakangan.

“DD menggelar acara sholawatan diiringi marawis sambil mengembangkan seni silat, mendukung para guru silat yang biasanya juga para ustadz di kampung-kampung, menyantuni yatim dan para guru silat sambil mendorong pemberdayaan melalui budaya asli daerah Betawi,” kata Arifin.

Menurut Arifin, kegiatan ini bagian dari program pemberdayaan melalui komunikasi dan budaya yang dijalankan DD. Dalam kelompok ini ada program radio komunitas, pemberdayaan seni, dan pemberdayaan anak jalanan, Kampoeng Silat Jampang (KSJ), serta lainnya.

“DD mendorong hadirnya kampung silat di berbagai daerah. Nanti akan ada Kampoeng Silat Tenabang, Minangkabau, Sukabumi, Madura, NTB, Lampung, dan sebagainya. Seluruh Indonesia akan bergairah menjaga seni dan budaya Islam ini. Program ini sekaligus untuk membantu dan memberdayakan perguruan dan para guru silat,” tambah Arifin. (luk)

Kampoeng Silat Jampang – Pesilat Betawi Pamer Kemampuan di Mal


“Ciat, jeduk.. Jeder.. Plak…”
Pesilat-pesilat Betawi saling tukar pukulan, tendangan, dan sabetan.

Jawara-jawara dari tujuh perguruan Kampung Silat Jampang itu saling pamer jurus andalan di perguruan mereka masing-masing. Dengan karakter gerak yang berbeda-beda, masing-masing perguruan menunjukan kekhasan.


Ada para jawara yang mengandalkan kecepatan dan tenaga, dalam rangkaian pukulan dan tendangan mereka, ada yang melenggak-lenggok seperti menari jaipong, namun dengan kekuatan pukulan, tendangan, bantingan yang mematikan.

Para pesilat itu tampil dalam acara peluncuran Kampung Silat Jampang, yang diselenggarakan di Pejaten Village Mall, Jakarta, Selasa (7/12/2010) siang.

Para pesilat-pesilat Betawi yang tampil dalam peluncuran Kampung Silat Jampang, berasal dari Perguruan Silat Beksi Traditional Haji Hasbullah, Gerak Cipta, Satria Muda, Cingkerik Rawa Belong, Pusaka Jakarta, dan Cingkrik Goning.

Menurut Coorporate Sekretaris and Recourses Mobilization Director Dompet Dhuafa, Muhammad Arifin Purwakananta, acara ini digagas oleh Dompet Dhuafa dengan maksud melestarikan silat yang merupakan bagian dari budaya masyarakat Betawi.

“Jadi kita mulai keterpurukan silat sebagai budaya yang luhur tetapi tidak dimanfaatkan sebagai permbangunan karakter bangsa. Silat lebih dari beladiri, yaitu budi pekerti luhur bangsa kita, ada karakter ksatria, tegas, cekat, tangkas, dan berani,” tutur Arifin yang ditemui wartawan dilokasi terselenggaranya acara.

Selain itu, acara ini digagas untuk membantu para guru-guru silat menafkahi diri mereka dan mengembangkan perguruan mereka. “Oleh karena itu wajib pemberdayaan kelompok marjinal, caranya kita pertumbuhkan perguruan-perguruan silat,” ujarnya.

Kapung Silat Jampang, terangnya, akan dibuka di Parung, dimana saat ini sudah ada lima perguruan silat tradisional, dan dalam jangka pajang akan diisi oleh 10 perguruan silat. “Kita juga akan menularkanya ke daerah lain,” tandasnya.(*)

Penulis: samuel
Editor: Juang_Naibaho

sumber:
http://www.tribunnews.com/2010/12/07/pesilat-betawi-pamer-kemampuan-di-mal

Festival Kampoeng Silat Jampang


JAKARTA, KOMPAS.com – Tak biasanya, para jawara Betawi berkumpul sejak Selasa (7/12/2010) siang di Mal Pejaten Village, Jakarta Selatan. Para Jawara ini mempertontonkan kebolehan aksi bela diri Pencak Silat dalam Festival Kampoeng Silat Jampang.
Silat saat ini terpinggirkan, dan hanya diajarkan di tempat-tempat tertentu saja.
– Arifin

“Kegiatan ini merupakan kerja sama Forum Diskusi Sahabat Silat, Kampoeng Silat Jampang, Dhompet Dhuafa dengan tujuan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kebudayaan pencak silat,” kata Direktur Dhompet Dhuafa, Arifin kepada wartawan.

Menurut Arifin, dipilihnya pencak silat sebagai pengembangan kebudayaan lantaran olahraga beladiri yang merupakan warisan budaya luhur bangsa mulai tergerus dengan perkembangan zaman. “Silat saat ini terpinggirkan, dan hanya diajarkan di tempat-tempat tertentu saja. Kami wajib mengembangkan seni silat untuk layak tampil sebagai warisan budaya luhur bangsa,” katanya.

Festival bertajuk Kampoeng Silat Jampang, bertujuan untuk membangun dan menyebarkan bahwa olahraga beladiri pencak silat sebagai sesuatu yang penting. “Kami mengajarkan kepada para pesilat untuk mendapatkan “kependekaran” atau sari pati dari gelar pendekar, yakni sifat cepat, kuat, tegas, aktif, dan ksatria. Dimana hal ini harusnya diperlukan untuk menyelesaikan masalah bangsa,” papar Arifin.

Dalam festival ini, kata Arifin, dihadiri oleh 10 perguruan asli Betawi, yang merupakan bagian kecil khasanah silat Betawi. “Perguruan silat yang hadir adalah PS Si Bunder, PS Cingkrik, PS Cingkring Goning, PS Golokseliwa, PS Beksu H Hasbulloh, PS Macan Belang Jitu, PS Putra Jakarta, PS Gerak Saka, PS Gerak Cipta, dan PS Zona Madina,” jelasnya.

Menurut Arifin, pemilihan tempat festival di mal merupakan terobosan baru. “Kami memilih kegiatan ini di mal agar bisa diserap publik lebih cepat. Kami jemput bola,” paparnya.

Sementara, menurut peserta festival dari perguruan silat Macan Belang Jitu, Aay (17), acara ini bisa membuat budaya Betawi lebih terangkat derajatnya. “Ya bagus acaranya, dengan ada di mal seperti ini jadi tertantang untuk menunjukkan kebolehan silat saya,” ujarnya.

Ica (14), salah satu peserta festival dari perguruan yang sama berharap, ke depan acara seperti ini bisa diadakan kembali.

sumber : http://megapolitan.kompas.com

Monday, March 7, 2011

Komik Si Jampang


Komik ini dan juga serial kaset musik dan juga film tentang Jampang diharapkan akan kembali menjadi trend di masa depan dengan berkembangnya Kampoeng Silat Jampang.

Desa Jampang parung Bogor memiliki seorang Guru besar Silat aliran Jampang, aliran ii tergabung dalam Satria Muda Indonesia. Bahkan di SMI ini Jurus Jampang ini harus dipelajari oleh tingkatan tertentu yg mendalami silat tradisi.

Para Guru dan Panitia KSJ

KSJ di Pejaten Village, 1 Muharram

Festival Jampang, Kemang Bogor


VIVAnews - Selain lomba, Festival Jampang 2010 menggelar karnaval dan pawai keliling yang diikuti peserta berbaju khas daerah dan sepeda hias. Sepeda-sepeda dihiasi dengan kertas warna-warni dan berbagai pernak-pernik unik seperti daun-daunan, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

Semua peserta sangat baik soal menghias sepeda demi menyemarakkan acara tersebut. Bahkan seorang anak berusia sekitar 3 tahun dengan sepedanya yang juga kecil sangat bersemangat mengayuh ditengah-tengah terik matahari.

Kelucuan banyak ditimbulkan dari “ulah” peserta yang memakai baju aneh-aneh seperti pakaian unik dengan topeng hantu dan bapak-bapak dengan gaya ibu hamil. Iring-iringan sepanjang 100 meter menempuh rute sepanjang kurang lebih 2 kilometer di bawah matahari yang sangat menyengat pada siang itu.

Tim pemenang lomba ini adalah TK Khoirul Bariyah, Pintu Air dan TPA Harkit. Selain semua di atas, juga ada acara dongeng yang disampaikan oleh Kak Ade, Kak Imam, dan Kak Nurul. Kak Imam menggunakan boneka sebagai alat bantu untuk mendongeng sehingga anak-anak sangat antusias menyimak dongeng tersebut.

Acara kemudian dilanjutkan dengan Rampak Bedug, serta door prize dari panitia yang membagi-bagikan banyak hadiah menarik untuk para hadirin. Dalam acara tersebut juga dipersembahkan santunan untuk kaum dhuafa sebanyak 37 juta rupiah. Kemudian menjelang buka puasa acara dilanjutkan dengan Tausiyah dari Ustadz Ahmad Sonhaji.

Warga yang datang dibagikan ta’jil berbuka puasa, snack dan nasi kotak, semua menerima dengan suka cita dan acara ditutup dengan buka puasa bersama.
• VIVAnews

Sunday, March 6, 2011

Kisah Jampang


Bayi yang masih merah itu lahir dan menangis keras sekali. “Syukur anak pertamaku sudah lahir,” kata ayahnya dengan gembira. Setelah seminggu, anak itu ditimang-timang. Ibunya memperhatikan dengan khawatir.

“Selagi masih dalam kandungan saja sudah nakal, banyak geraknya di dalam perut. Setelah lahir demikian wujudnya. Ah, puas aku punya anak demikian sehat. Tetapi, aku tidak mau lagi punya anak. Cukup seorang
ini saja, Bang. Legalah setelah dia lahir. Dia berteriak keras-keras pertanda apa, Bang?”

“Pertanda dia anak yang gagah berani.”

“Benar itu, Bang?”

“Anak keturunan Banten memang begitu.”

“Abang selalu mengandaikan asal Abang saja. Dia juga karena ibunya yang dari Jampang ini, daerah Sukabumi asli!”

“Sudahlah tak usah berdebat. Pokoknya dia sekarang jadi anak yang gagah.”

Atas persetujuan mereka, setelah berdebat ramai, bayi yang berumur seminggu itu diberi nama si Jampang. Bayi itu tumbuh menjadi seorang pemuda yang benar-benar gagah, ganteng, tidak memalukan silatnya, dan pandai memainkan golok. Di pesta-pesta keramaian selalu menjadi incaran mata para perawan. Setelah akil balig dia dinikahkan. Selanjutnya, si Jampang dengan keluarganya tinggai di Grogol, Depok.

Sayang, istrinya yang berasal dari Kebayoran Lama itu tidak berumur panjang. Sejak itu, Jampang hanya hidup dengan anak laki satu-satunya. Anak ini dikenal dengan nama Jampang muda. Dia tumbuh pula menjadi seorang anak muda yang tampan seperti ayahnya. Kadang-kadang saja dia pulang menemui ayahnya karena dia lebih senang tinggal di pesantren dengan kawan-kawannya.

Pada saat anaknya di rumah itulah ayahnya bercakap-cakap dengan kocak.

“Tong, kamu harus lebih baik dari ayahmu. Jadi orang yang terpandang dan dihormati. Ke mana-mana diundang untuk memberikan ceramah agama. Siapa yang bangga kalau bukan ayahmu ini?”

“Tapi ayah juga harus tidak bikin malu lagi. Yang alim, Yah, seperti biasanya orang-orang Banten. Masak kerja Ayah tiap hari merampok terus? Tidak bosan dikejar-kejar polisi? Di pesantren sudah dibicarakan orang terus. Meskipun tidak terus terang di telinga saya, tetapi darah saya mendidih. Bukan lantaran marah, tetapi malu sekali, Yah.”

“Kamu tidak perlu memberi nasihat kepada Ayah. Kamu masih anak kemarin, Tong. Sebenarnya kamu pulang punya maksud apa?” tanya ayahnya. Jampang muda hanya tersenyum, tidak berkata apa pun.

“Saya tidak mau mengaji lagi, Yah.”

“Payah, kamu Tong. Tadi memberi nasihat seperti kiai, sekarang tidak mau mengaji lagi. Kamu mau jadi apa? Mau jadi tukang pukul seperti ayahmu ini?”

Si Jampang muda menggelengkan kepala, “Pikiranmu cepat sekali berubah, Tong. Kamu tidak mau sekolah? Lalu? Kalau kamu tidak mau sekolah, lebih balk nikah saja.” Anaknya kaget.

“Saya tidak mau menikah, Yah. Lebih baik sekolah saja. Kalau Ayah mau menikah lagi saya tidak melarang.”

“Ha ha ha,” Jampang tertawa terbahak-bahak, “kalau kamu mau ibu lagi, nanti Ayah carikan.”

Jampang mempunyai seorang kawan di Tambun, bernama Sarba. Di rumah Sarba ini Jampang meneriakkan salam, “Assalamualaikum.”

“Alaikum salam,” jawab orang yang diberi salam dari dalam rumah. Ternyata yang muncul adalah Ciput, pembantu Pak Sarba.

“Pak Sarba ada?” tanya Jampang.

Ciput menjawab sedih, bahwa Pak Sarba sudah meninggal dunia.

“Kasihan, ya,” kata Jampang menyesal.

“Jadi, Mayangsari menjanda, Put?”

Ciput menganggukkan kepala.

“Kasihan,” kata Jampang sekali lagi, “tidak disangka.”

Jampang teringat Sarba. Sahabatnya ini orang balk. la mengenalnya sejak kanak-kanak, sama-sama dari Banten. Lalu, menikah ban punya anak bernama si
Abdih. Anak lelaki juga seumur Jampang muda. Tidak lama kemudian Mayangsari keluar dari kamarnya. Melihat sahabat suaminya datang, dia jadi sedih. Dia mengulang cerita tentang Sarba yang sudah lama meninggal dunia.

“Waktu itu Bang Sarba sakit apa Mayang, kok saya tidak diberitahu?”

“Ceritanya panjang sekali, Jampang. Ketika abangmu belum punya anak, kita berdua pernah pergi ke Gunung Kepuh Batu. Ziarah ke makam sambil memohon agar diberi anak. Juru kuncinya bernama Pak Samat, menerima kedatangan kita berdua. Pak Samat membaca doa dan mantra sambil membakar kemenyan hingga keluar setan dari makam itu.”

“Seram juga Mayang. Saya tidak tahan kalau sendirian di makam begitu seramnya.”

“Mengejek terus Jampang. Saya teruskan ceritanya. Abangmu bertanya kepada setan itu. Apakah saya bisa punya anak? Setan itu manggut-manggut. Bang Sarba senang sekali mendengar akan dapat anak lelaki. Lalu dia janji, kalau sudah lahir jabang bayi, dia akan bawa sepasang kerbau ke makam Gunung Kepuh Batu!”

“Selanjutnya bagaimana, Mayang?”
“Saya dan abangmu pulang. Beberapa bulan kemudian saya mengandung. Kemudian, lahir anak laki-laki, itulah si Abdih. Saat berumur lima betas tahun, dia ingin sekolah, Tetapi, abangmu bingung karena sulit hidup. Lalu, abangmu mengajak saya dan Abdih ke Betawi. Abangmu mau menenteramkan hati saya dan anak lelakinya. Di sini abangmu sakit, lalu meninggal. Menurut dukun iantaran dia lupa janjinya dulu.”

Jampang termangu-mangu.

“Orang kalau akan meninggal ada-ada saja caranya, Mayang. Seperti abang saya itu. Mengajak pergi ke Betawi, tiba-tiba pergi. Dia orang baik, Mayang.”

Jampang sedih. Lalu dia bertanya di mana si Abdih.

“Sekolah di Bandung,” kata Mayangsari.

“Mayang tidak perlu bingung memikirkan Abdib,” kata Jampang.

“Mang mungkin tidak bingung, Jampang. Sekolah di Bandung itu perlu biaya besar. Kan uangnya susah.”

“Anak sekolah di Bandung biar saja, jangan ikut dipikir,” kata Jampang lagi, “pokoknya nanti saya yang akan mengurus dia.”

“Kalau bukan saya yang mengurus siapa lagi, Jampang?” kata Mayangsari. “Makan dan pakaiannya, semua dari saya. Harta sudah babis, tak ada lagi yang tersisa.”

“Begini, Mayang” kata Jampang akbirnya, “Mayang sudah menjadi janda dan saya duda, lebih baik kita menikah, Klop. Mau apa lagi?”

Mayangsari kaget, lalu marah besar.

“Jangan bicara sembarangan. Jampang!” Mayangsari mulai marah. “Meskipun saya janda dan tidak punya suami lagi, tetapi tidak bisa sembarangan orang menghina. Kalau kamu ingin menikah, nikahlah, urus sendiri dirimu. Mau cari janda, perawan, atau banci, itu urusanmu, tetapi jangan dengan saya. Tidak akan pantas!”

Jampang malu sekali. Dia cepat keluar dari rumah itu. Di balaman depan dia melihat Mayangsari menutup pintu rapat-rapat, tanda kalau Jampang tidak bakal diterima lagi di rumahnya.

Di jalan, Jampang bertemu Ciput.

“Saya malu sekali, Put!” Jampang menceritakan sedikit pengalamannya dengan Mayangsari. “Padahal saya senang sekali dengan Mayang. Dia masih cantik. Bekas istri teman sendiri. Apa salahnya? Itu tandanya mengbormati kawan yang sudab almarhum, tetapi tiba-tiba dia marah besar. Kalau dia menikah dengan saya hartanya tidak akan pergi kemanamana. Setuju, Put’?”

Pembantu perempuan yang tidak pernah lepas dari Mayangsari itu dibujuk Jampang.

“Pokoknya nanti beres, Ciput,” janji Jampang. Tiba-tiba pintu rumab terbuka. Tampak Mayangsari makin marah.

“Ciput, masuk!” teriaknya.

Pembantunya menurut. Dia masuk rumab. Langsung ke biliknya di belakang.

Lalu, Mayangsari berteriak sambil melotot ke arah Jampang.

“Pergi, Jampang! Pergi!” Tetapi, Jampang masih tetap berdiri di tempatnya. Mayangsari makin berapi mendekati Jampang. “Jangan ikut campur masalab saya lagi, Jampang. Pergi kata saya!”

Belum sempat berkata apa-apa, Mayangsari sudah meninggalkan Jampang. Dia menutup pintu dan jendela-jendela rumab. Tidak peduli pada Jampang yang terpana.

“Sial sekali saya hari ini. Mayangsari, kamu akan menyerah. Kamu belum tabu siapa saya!”

Jampang berjalan lesu. Untuk mendapat kesenangan memang harus bekerja keras. Juga untuk mendapatkan perempuan secantik Mayangsari. Umur Mayangsari masih sekitar tiga puluh tahun. Jampang menuju rumah Sarpin, keponakannya, kebetulan ada di rumab.

“Saya perlu seorang dukun, Pin,” katanya kepada Sarpin.

Sarpin beran. “Buat apa, Mang?”

Jampang lalu menceritakan kembali pengalamannya dengan Mayangsari.

“Memang cinta sekali kalau begitu, Mang.”

“Jangan banyak bicara kamu,” tukas Jampang, “owl dukunnya!”

“Perkara dukun gampang, Mang. Saya tabu benar dukun yang manjur, Namanya Pak Dui dari kampung Gabus. Pintar sekali. Pokoknya orang yang diguna-guna pasti akan terkena. Setuju ke rumahnya, Paman?”

“Makin cepat makin bagus,” jawab Jampang.

Malam itu juga mereka pergi. Mereka berjalan membawa dua obor. Satu di tangan Jampang dan satu di tangan Sarpin. Pakaian mereka hitam-hitam. Golok terselip di pinggang. Di leher terkalung sarung sebagai penahan dingin udara malam. Mereka berjalan melewati pematang-pematang sawah dan menerobos kebun-kebun orang, serta melewati kuburan yang sepi. Obor mereka terus menyala. Sering obor itu ditunggingkan ke bawah, agar minyaknya turun ke api sebingga nyala api lebib besar. Akhirnya, sampailah mereka di rumah Pak Dul, dukun kampung Gabus yang terkenal.

“Saya minta guna-guna, Dukun, agar Mayangsari tergila-gila kepada saya,” kata Jampang terus terang tanpa malu-malu.

Jampang juga menyerahkan salam tempel ke tangan Pak Dul. Dengan gembira dukun memasukkan isi salam itu ke dalam kantong bajunya. Dia baca jampi-jampi. Mulutnya komat-kamit. Tidak lama kemudian Jampang diberi guna-guna. Sebelumnya, Jampang diberi tahu cara penggunaannya. Lalu, Jampang dan Sarpin pulang tergesa-gesa.

Pikiran Jampang selalu ke Mayangsari. Tidak peduli kaki sebelahnya terperosok ke dalam lumpur.

Mayangsari menggodanya, membawanya ke alam mimpi. Keponakannya repot karena jalannya jauh tertinggal di belakang. Guna-guna itu sudah diletakkan di rumab Mayangsari oleb Jampang. Begitu terkena, Mayangsari langsung gila. Dia sering tertawa-tawa. Berpakaian semaunya, tidak malu sama sekali, terutama kepada setiap lelaki yang lewat di depan rumahnya. Ketika Abdih pulang dari Bandung, kontan Mayangsari mencium dan memeluknya.

“Jampang! Jampang yang tampan!” Mayangsari merayu-rayu.

Abdih kaget serta sedih sekali melibat perubahan ibunya.

“Mari Jampang! Mari peluk lebib erat!”

Anaknya segera menyadarkan ibunya.

“Bu Bu! Sadar. Bu!”

Ciput pembantunya yang setia datang mendekat. “Kenapa Ibu sampai begini, Ciput?”

“Barangkali gara-gara Jampang,” kata Ciput, “dia pernah ke sini dan mengajak menikah ibumu, tapi ditolak. Dia bilang lebib baik gila daripada menikah dengan Jampang.”

“Jadi. Ibu langsung begini?”

Ciput mengangguk-angguk.

“Ibu seperti kena guna-guna,” kata Abdih, “yang mengguna-guna tentunya Mang Jampang. Sunggub bikin malu. Saya malu sekaii. Dukun mana yang bisa
menyembuhkan ibu, Ciput?”

Ciput belum pernah tahu soal guna-guna. Jadi, dia tidak bisa menjawab. Abdih bertanya ke sana kemari akhirnya dapat berita. Pak Du di kampung Gabus. Karena dukun itu sendiri yang buat, dengan tidak menemui kesulitan Ala pula yang mencabut guna-gunanya. Mayangsari seketika sembuh. Tidak ingat lagi kepada Jampang.

Sesudah itu Abdib mencari Jampang. Dia marah sekali.

“Bisa atau tidak bisa, saya barus menikab dengan Ibumu, Abdib,” kata Jampang menegaskan.

“Saya tidak melarang, Mang Jampang,” jawab Abdih yang ketakutan juga, “tetapi ada syaratnya, Mang barus menyerahkan sepasang kerbau sebagai emas kawinnya.”
“Saya tidak keberatan, Abdib. Saya akan usahakan.”

Abdib pulang menyampaikan kesanggupan Jampang kepada ibunya.

Dari mana dapat kerbau sepasang? Kerbau sepasang tidak gampang, pikir Jampang. Namun, dia segera ingat Haji Saud di Tambun. Dia kaya sekali. Sawahnya luas. Kerbau dua ekor belum apa-apa. Ke tempat itulah, Jampang dan Sarpin perqi merampok dengan mudah. Ketika dia dengan Sarpin akan ke luar dari pintu desa, sekawanan polisi sudah mengepung. Mereka menunjukkan laras-laras senapan ke arab Jampang dan Sarpin. Tertangkaplah Jampang. Jampang pun tidak bisa melakukan perlawanan.

Orang-orang kaya, tuan-tuan tanah, serta pejabat pemerintah jajahan merasa gembira melihat Jampang telab dipenjara. Sebaliknya, rakyat kecil, para petani, dan mereka yang menderita amat sedib. Jampang tidak sekadar merampok. Boleh dikata dia sebagai penolong rakyat kecil. Mereka sering mendapat pembagian hasil rampokan dari orang-orang kaya dan tuan-tuan tanah yang tamak. Rakyat kecil itu makin sedib ketika mendengar bahwa Jampang telab mendapat hukuman mati di Betawi.

Silat di Relief Borobudur


Silat sudah ada ada sejak Nusantara. Meskipun banyak silat yang saat ini dipengaruhi oleh beladiri china, Silat sebenarnya sudah ada sejak lama, selama peradaban di Nusantara Purba. Memasuki zaman sejaran Silat dipengaruhi oleh budaya Hindu. Ini tergambar di relief Borobuduradn beberapa arca yang menunjukkan posisi kuda kuad silat dan gerakan kaki dan tangan yang dapat dipersepsikan kuat dengan silat.

Silat kemudian memang berkembang di masa Sriwijaya sampai ke wilayah yang saat ini disebut ASEAN.

Silat Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler di Sekolah


Perlu banyak kreatifitas untuk melestarikan silat. Di antaranya silat dapat dimasukkan kedalam program Muatan Lokal atau program ekstrakuler di sekolah.Sekolah sebagai pusat pendidikan merupakan lahan yang subur untuk melestarikan silat sebagai budaya, olahraga, seni dan pendidikan karakter siswa.

Ada banyak keuntungan kegiatan pengembangan silat di sekolah. Program silat di sekolah bersifat formal (muatan lokal) maupun ektrakurikuler bersifat resmi sekolah sehingga merupakan paket pendidikan karakter bagi peserta. Silat yang dikembangkan di sekolah cenderung memiliki murid yang sesusia sehingga memudahkan pelatihan silat dan tingkatannya. Program silat di sekolah memiliki murid yang relatif cukup banyak sehingga membuat semangat pelatih dan perguruan, meskipun tentu saja seperti pada umumnya terdapat gejala seleksi alam untuk pendalamannya. Pendidikan yang berjenjang dan penyebaran siswa ke tingkat yang lebih tinggi membuat kader-kader silat menjadi menyebar untuk pengembangan silat itu sendiri.

Mengembangkan silat di sekolah membutuhkan beberapa persiapan dan kiat-kiat. Perguruan yang ingin mengembangkan silat di sekolah harus memastikan kurikulum dan metoda pengajaran yang berjenjang, sistem kenaikan tingkat dan kesiapan pengajar, termasuk penyediaan metode mengajar silat bagi anak-anak. Persiapan perguruan silat ini merupakan 50% keberhasilan program silat di sekolah. Memang tidak semua silat tradisional dapat mengkomunikasikan ilmu silat dalam bentuk tertulis dan terstruktur. perlu peran kelompok masyarakat pecinta silat atau berbagai pihak untuk mendampingi dan memberi penguatan manajemen perguruan silat. Barangkali untuk itulah lembaga seperti Yayasan Sahabat Silat dan Kampoeng Silat Jampang (KSJ) dll bisa memainkan perannya.

Pengembangan silat di sekolah diarahkan kepada model pembelajaran yang berkelanjutan, lestari dan berkembang. Hal-hal strategis misalnya Perguruan, Siswa, Pelatih, Kurikulum dan Metode, Event dan Kejuaraan, Dana, dan Legal serta lingkungan yang mendukung harus dikelola dalam mozaik yang indah.

February 12, 2011

Latihan Perisai Diri di Kampoeng Silat Jampang


Jika anda tinggal di sekitar Parung, maka anda biusa mencoba mengajak anak dan keluarga belajar silat di Kampoeng Silat Jampang di Kawasan Zona Madina. Lokasinya sekitar 300 Meter sebelah utara gerbang Perumahan Telaga Kahuripan Parung.

Latihan silat ini dilaksanakan pada setiap Hari Minggu Jam 08.00 – 10.00. Latihan perisai diri ini dipimpin oleh Chairul (Strip Merah) dan Mas Ari Winarko (strip Biru) dan terbuka bagi masyarakat umum.

Perisai Diri di Kampoeng Silat Jampang ini dimulai pada 13 Februari 2011. Pesertanya beragam dari anak, remaja, dan dewasa.